Menghadapi Anak yang Terlambat Baca, Tulis dan Hitung

Menghadapi Anak yang Terlambat Baca, Tulis dan Hitung
Sumber : http://serambimata.wordpress.com/2014/09/08/mengajarkan-mengantri-pada-anak-usia-dini-lebih-penting-dari-pada-baca-tulis-hitung/

Mungkin dari kita ada yang pernah mendengar keluh kesah teman, saudara, tetangga atau bahkan diri kita sendiri yang pernah mengalami ketika anak usia SD terlambat dalam membaca, menulis dan berhitung. Melihat kondisi demikian, orang tua manapun tentunya akan khawatir, gelisah dan takut, apakah kondisi anaknya normal. Apalagi bila teman-teman seusia anaknya sudah bisa membaca, menulis dan berhitung. Sebagai orang tua biasanya juga akan merasa malu dan khawatir bila disangka orang mereka tidak bisa mengajarkan anaknya. Untuk kondisi psikis si anak itu sendiri juga terkadang menjadi hambatan, karena yang kerap terjadi si anak menjadi bahan ledekan teman-temannya.

Melihat kondisi ini sebaiknya kita harus mempelajari sebab-sebab keterlambatannya, kemudian melakukan terapi sesuai keadaan yang dialaminya, sehingga masalahnya tidak semakin membesar. Hal ini untuk mencegah agar kondisi si anak tidak semakin memburuk jika penanganannya terlambat. Kondisi keterlambatan membaca, menulis dan berhitung ini dikenal dengan istilah disleksia.

Bagi guru atau orang yang tidak mengetahui mengenai disleksia, mereka akan memberi cap kepada anak tersebut sebagai anak yang bodoh. Padahal, menurut Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia (ADI), dr Kristiantini Dewi, SpA mengatakan, disleksia merupakan kelainan genetik yang berbasis neurologis. Gangguan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebodohan, tingkat ekonomi maupun motivasi belajar. Penyandang disleksia sebetulnya memiliki Intelegency Quotient (IQ) dalam tingkat yang normal atau bahkan di atas rata-rata. Mereka hanya mengalami kesulitan berbahasa, baik itu menulis, mengeja, membaca, maupun menghitung.

Apakah disleksia ?

Menurut wikipedia bahasa Indonesia, disleksia adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis. Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa.

Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai Aleksia. Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia ditengarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.

Baca juga

Bagaimana mengenali tanda-tanda disleksia ?
Mengenali tanda-tanda disleksia
Sumber : http://tokoalkes.com/blog/disleksia-adalah

Menurut Konsultan Neuropediatri dari Asosiasi Disleksia Indonesia, dr Purboyo Solek, Sp A (K), disleksia biasanya diketahui pada usia 7 tahun, anak mengalami kesulitan membaca dan mengeja. Gangguan ini berbeda dengan gangguan belajar biasa, karena kesulitan mengeja pada penyandang disleksia bukan disebabkan oleh kurangnya kecerdasan. Gangguan ini merupakan kelainan genetik yang dialami individu dengan Intelegency Quotient (IQ) normal atau bahkan di atas rata-rata. Karena sering terlambat diketahui, disleksia banyak memberi dampak pada masalah belajar di sekolah. Selain nilainya merosot, tak jarang penyandang disleksia mengalami tekanan psikologis karena tidak percaya diri atau bahkan menjadi korban bullying (pelecehan) dari teman-teman sekolahnya.

Untuk memudahkan bagi para orang tua dan guru dalam membaca perkembangan anak dan melakukan deteksi dini atas tanda-tanda disleksia, adalah sebagai berikut :

  1. Kesulitan membedakan sisi kanan dan kiri yang dialami saat anak berusia 3 tahun
  2. Cara si anak bertutur atau menceritakan pengalaman. Misalnya bila ditanya ‘bagaimana tadi di sekolah?’ Kalau jawabnya ‘ya, pokoknya gitu deh’ maka orang tua perlu waspada.
  3. Bila terjatuh/kejedot walaupun hingga benjol besar, biasanya tidak menangis karena tidak merasakan sakit. Hal ini akibat terdapat syaraf yang tidak klik seperti orang normal sehingga dia tidak bisa merespons rasa sakit
  4. Terlambat bicara
  5. Kesulitan untuk berkonsentrasi
  6. Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya
  7. Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
  8. Huruf suka tertukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, dan ’s’ tertukar ’z’
  9. Daya ingat jangka pendek yang buruk
  10. Kesulitan memahami kalimat yang dibaca ataupun yang didengar
  11. Tulisan tangan yang buruk
  12. Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
  13. Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
  14. Kesulitan dalam mengingat kata-kata
  15. Kesulitan dalam diskriminasi visual
  16. Kesulitan dalam persepsi spatial
  17. Kesulitan mengingat nama-nama
  18. Kesulitan/lambat mengerjakan PR
  19. Kesulitan memahami konsep waktu
  20. Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
  21. Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
  22. Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
  23. Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat
  24. Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
  25. Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (”menulis” dibaca sebagai ”tulis”)
  26. Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataan yang tidak pernah dijumpai
  27. Tertukar-tukar kata (misalnya: dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama). Sehingga sering kesulitan dalam memilih kosa kata yang tepat. Misalnya mengatakan “kolam yang tebal”, padahal maksudnya “kolam yang dalam”.
  28. Sering salah mengutip dari papan tulis meski selalu duduk paling depan
  29. Tidak pernah berhasil menggambar kubus, selalu menjadi trapesium
  30. Miskin kosa kata, banyak menggunakan kata ganti ‘ini-itu
Bagaimana penanganan disleksia ?

dr. Purboyo mengatakan, meskipun disleksia tidak dapat diobati, gangguan ini bisa diatasi dengan penanganan yang tepat. Ada 2 jenis penanganan untuk disleksia yakni remedial dan akomodasi.

  1. Remedial, berarti mengulang-ulang materi belajar sampai benar-benar paham. Kadang-kadang pengulangan dilakukan untuk mempelajari kebutuhan penyandang disleksia, terkait cara yang bersangkutan dalam memahami suatu hal. “Kalau anak normal mudah memahami huruf A dari bentuknya yang demikian, penyandang disleksia belum tentu seperti itu. Cara otak memahami sesuatu bisa berbeda, misalnya A dipahami sebagai sebuah bangun dengan sudut-sudut tertentu,” ungkap dr.Purboyo.
  2. Penanganan akomodasi, yakni memenuhi kebutuhan khusus penyandang disleksia. dr.Purboyo mencontohkan, ujian untuk penyandang disleksia bisa diberikan dengan waktu yang lebih longgar dan soalnya dicetak dengan huruf yang tidak terlalu rapat.
Disleksia tetap bisa sukses
Disleksia tetap bisa sukses
Sumber : http://www.vemale.com/topik/parenting-dan-bayi/30511-penyakit-apa-sih-disleksia-itu.html

Sebagai orang tua, hendaklah kita tidak usah berkecil hati bila menghadapi anak yang terlambat memiliki kemampuan baca, tulis dan hitung. Kita tidak usah putus asa, tetap semangat dan yakin bahwa pada saatnya kelak anak akan mampu untuk melakukan hal tersebut. Yang perlu kita ingat adalah dukungan kedua orang tua memiliki peranan penting dalam memberikan perlakuan khusus demi menunjang belajarnya si anak. Anak disleksia tentunya membutuhkan pendekatan yang berbeda serta situasi belajar yang lebih kondusif baik di sekolah maupun di rumah sehingga anak akan lebih lancar dalam belajar. Orang tua harus pro aktif untuk mencari tahu informasi apapun yang berkaitan dengan disleksia dari berbagai sumber. Satu hal yang harus digarisbawahi bahwa orang tua harus melakukan tes IQ terlebih dahulu sebelum menyatakan bahwa si anak menderita disleksia. Hal ini untuk mengetahui bila IQ anak di bawah normal, dia bukan disleksia. Mengetahui IQ ini penting karena akan membedakan treatmentnya kelak.

Terkadang orang tua langsung merasa down ketika mengetahui anaknya disleksia. Padahal bila ditangani dengan tepat dan melalui treatment yang sesuai, disleksia bukan akhir dari segalanya. Banyak tokoh-tokoh besar yang berhasil dan sukses walaupun menyandang disleksia. Di buku Right Brained Children in a Left Brained World disebutkan tokoh-tokoh seperti Albert Einstein, George S. Patton, William Butler Yeats adalah mereka yang terlambat membaca. Begitupula dengan Leonardo Da Vinci, ia baru mulai bisa membaca pada usia 12 tahun. Namun hal ini tidak menjadi halangan baginya untuk menjadi seorang ‘besar’ dengan profesinya sebagai arsitek, musisi, penulis, pematung dan pelukis Renaisans Italia. Salah satu lukisannya yang terkenal di seluruh dunia adalah Monalisa. Selain itu, mantan presiden Amerika George W. Bush serta aktor Tom Cruise adalah beberapa contoh orang-orang berprestasi yang menyandang disleksia. (Bunda Ranis)

Referensi :

Ayah Edy. Ayah Edy Menjawab: 100 persoalan sehari-hari orang tua yang tidak ada jawabannya di kamus mana pun. 2013. Jakarta: Penebit Noura Books.

*http://www.anakku.net/belajar-membaca-dan-kecerdasan-anak-pada-usia-dini.html

http://ardhinaarumdaun.blogspot.com/2011/04/waspada-jangan-sampai-telat-deteksi.html

http://www.ibudanbalita.com/diskusi/pertanyaan/63149/APAKAH-ANAK-ANDA-TERLAMBAT-MEMBACA-

https://id.wikipedia.org/wiki/Disleksia

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

30 pemikiran di “Menghadapi Anak yang Terlambat Baca, Tulis dan Hitung”